Wilianita Selviana, Perempuan Kalah Karena Dominasi dan Kekuatan Modal

Palu,Jaripedenews.com- Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Poso, Wilianita Selviana mengungkapkan, kultur patriarkis menempatkan perempuan hanya ada di ruang privat, pekerjaan perempuan hanya sekedar tambahan peran dan tambahan penghasilan keluarga. Sementara kasus kekerasan yang sering terjadi korbannya adalah perempuan.

Hal itu dikemukakan Wilianita saat menjadi narasumber pada kelas virtual pemilu dan demokrasi dengan tema Gender dan Politik Perempuan dalam Pemilu, Ahad, (14/6).
Ibu dua anak yang akrab disapa Lita itu juga mempertanyakan penyebab kurang terwakilinya perempuan dalam politik, termasuk dalam pengambilan keputusan politik.

Ia mengatakan, agenda politik dengan keputusan afirmasi yang memberikan ruang bagi perempuan mendapatkan kuota 30% merupakan hal progresif diPemilu tahun 2014. Ia berharap, tidak hanya sekedar formalitas pemenuhan kuota, melainkan keterwakilan perempuan dalam tubuh politik adalah standar bagi sebuah negeri yang demokratis.

Pada kesempatan itu, Lita memperkuat gagasannya dengan pendapat Bylesjo and Seda yang menyebutkan bahwa kebijakan kuota gender memiliki tiga jenis yakni, reserved seats, Reserved seats menjamin beberapa kursi di DPR diberikan untuk caleg perempuan, legal candidate quotas, Legal candidate quotas adalah kuota gender yang menjadi kualifikasi bagi parpol untuk bisa masuk dalam Pemilu dan party quotas adalah kuota sukarela untuk parpol mempromosikan perwakilan perempuan.

Ia juga menyayangkan sikap partai politik yang cenderung lebih berorientasi pada aspek elektabilitas dan kekuatan modal. Sehingga peluang pencalonan perempuan kalah oleh dominasi kekuatan modal dan elektabilitas yang mayoritas dimiliki oleh laki-laki. Ia juga mengakui, bahwa kader perempuan masih belum memadai. Kecenderungan ini terjadi kata Lita karena partai tak punya mekanisme perekrutan anggota yang inklusif dan terbuka.

“Perempuan membutuhkan waktu untuk meyakinkan diri, meraih dukungan elit politik, dan merebut kepercayaan pemilih,”singkatnya.

Menurutnya, partisipasi perempuan, baik sebagai peserta maupun pemilih adalah elemen penting bagi penguatan sistem demokrasi di Indonesia, pemilih perempuan dapat memberikan daulatnya kepada calon pemimpin yang dipercaya mampu memberikan kesejahteraan baginya dan perempuan yang didaulat menjadi pemimpin wajib memelihara trust dan membuktikan dirinya bukan sekedar peserta dari sebuah pesta karena perempuan berdaulat negara kuat.

Ia juga menyoroti politik kekerabatan, Politik kekerabatan dan perempuan yang terfragmentasi kepentingan elit kata Lita, masih berpengaruh besar pada keterpilihan perempuan namun bukan pada kapasitas perempuan itu sendiri.

“Demokrasi membutuhkan gairah pemikiran yang setara dan egaliter, sehingga bagi sebagian orang berpendapat bahwa pemilu lebih cocok disebut sebagai perjuangan ketimbang sebuah pesta,”pungkasnya.(rl)

Pos terkait