Suara dari Pura Jelang Shalat Jumat di Bali

Oleh : Sahran Raden,.

MASJID, gereja dan pura berdiri berdampingan dalam satu lokasi. Sebuah narasi tentang toleransi umat beragama yang tersaji sejak Anda tiba di pintu gerbang Provinsi Bali, Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.

Dari Bali untuk Jaripedenews.com
Jumat, 6 Desember 2019, kali keempat saya menjejakkan kaki di Bali, provinsi yang dikenal dengan destinasi wisata terbaik di Indonesia. Tetapi, kedatangan saya di tempat ini bukan untuk bervakansi, melainkan menghadiri kegiatan yang sama dengan sebelum-sebelumnya yakni kegiatan program pemilu di Indonesia.

Provinsi ini seringkali disebut Pulau Seribu Pura dengan penduduk mayoritas beragama Hindu. Islam adalah agama terbesar kedua yang dianut oleh 13,37 persen penduduk Pulau Dewata tersebut. Kehidupan umat beragama di provinsi beribukota Denpasar itu tergolong tinggi, bahkan patut ditiru oleh provinsi lain di Indonesia. Setidaknya, itu yang saya saksikan saat salat Jumat di masjid yang terletak di kompleks Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai.

Setibanya di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali pukul 11.00, saya langsung menuju Hotel Sovereign, tempat dilaksanakannya Rapat Evaluasi Kode Etik Penyenggara Pemilu Tahun 2019 oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Republik Indonesia. Hotel yang terletak di Kelurahan Tuban, Kabupaten Badung ini sangat dekat dengan bandara.

Menjelang salat Jumat, saya pun bergegas mencari masjid yang dekat dengan Hotel Sovereign. Langkah kaki menuju Masjid Nurul Huda. Konon, masjid itu dibangun pertama kali pada tahun 1970. Dalam perjalanan, dari kejauhan lamat-lamat terdengar seperti orang mengaji yang suaranya dari toa masjid. Setelah mendekati masjid, ternyata suara itu bukan dari toa masjid. Lagu dan alunan suaranya pikir saya adalah suara mengaji yang keluar dari toa masjid.

Saya membatin, bertanya dalam hati apakah ini mengaji dengan langgam Jawa ataukah mengaji dalam langgam Bali. Saya tertegun sejenak di halaman masjid. Tengok kiri dan kanan, ternyata dalam lokasi itu ada tiga rumah ibadah yang saling berdampingan. Masjid, gereja dan pura berdiri berdampingan dalam satu lokasi. Sebuah pemandangan yang jarang ditemukan di tempat lain di Indonesia.

Saya pun semakin yakin bahwa alunan suara yang terdengar sedari tadi bukanlah keluar dari toa masjid, tetapi berasal dari toa pura, mungkin pujian-pujian agama Hindu.

Waktu menunjukan pukul 11.55 menit, sebentar lagi azan Jumat dikumandangkan. Saya bergegas ke tempat berwudhu. Setelah berwudhu saya masuk ke dalam masjid untuk salat sunah tahiyatul masjid. Masjid telah penuh jamaah yang duduk berzikir dan salat sunah menunggu dikumandangkan azan Jumat.

Dalam salat sunah itu, saya masih mendengar suara alunan dari toa pura. Letaknya memang berhadapan langsung dengan masjid. Setelah salat sunnat, dalam menunggu beberapa menit, suara dari toa pura tadi, tiba-tiba berhenti dan menghilang.

Selanjutnya, kumandang azan dimulai dengan suara menggema keluar dari toa masjid panggilan azan tanda dimulainya salat Jumat. Jamaah salat Jumat di masjid itu pun larut dengan hikmah khatib Jumat yang menyentuh hati dan spiritual setiap hamba yang beribadah kepada Allah. Tidak ada sedikit pun isi khutbah yang menyinggung materi atas fenomena yang baru saja saya saksikan.

Dari gambaran itu selanjutnya setelah selesai salat Jumat saya berdiskusi dengan teman-teman saya, begitu tingginya rasa penghormatan dan toleransi umat beragama termasuk dalam hal beribadah.

Dalam satu provinsi di Bali, tak pernah terdengar bentrok antar pemeluk agama. Masyarakat Hindu menghormati umat Muslim yang sedang berpuasa, demikian sebaliknya Umat Islam menghormati pemeluk Hindu yang sedang merayakan Nyepi. Pun demikian dengan penganut agama-agama lain di Bali seperti Kristen dan Buddha.

Di Bali, tidak sedikit masjid yang berdiri berdampingan dengan pura, vihara ataupun gereja. Meski demikian, kerukunan antar umat berbeda agama tetap terjalin dengan harmonis. Jika perayaan Hari Raya Nyepi bertepatan dengan hari Jumat dimana umat Muslim wajib menunaikan ibadah salat Jumat, maka umat Islam tetap dapat menjalankan kewajibannya ke masjid, bahkan dikawal keamanannya oleh para pecalang adat. Pun demikian umat Islam juga menghormati penganut agama Hindu yang sedang melakukan Catur Brata dengan tidak menggunakan pengeras suara. Bali merupakan salah satu daerah yang menjadi contoh atas kerukunan dan toleransi umat beragama. (*)

Pos terkait