Oleh : Ahmad S. Mahmud
Saat ini, Bawaslu Provinsi Sulawesi Tengah melakukan penindakan terhadap beberapa temuan dugaan pelanggaran netralitas ASN. Namun tidak sedikit pihak yang mempertanyakan kewenangan Bawaslu, ada yang menyatakan berwenang, ada pula yang meragukan kewenangan Bawaslu dan bahkan mengatakan Bawaslu “Genit”.
Seperti apa sebenarnya kewenangan Bawaslu dalam Pengawasan Netralitas ASN khususnya dalam Pemilihan?. Tentu secara teoritik, kewenangan bersumber dari peraturan perundang-undangan, yang dapat diperoleh dari 3 cara, yakni atribusi, delegasi dan mandat. Selanjutnya, mari kita lihat beberapa ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU, serta beberapa peraturan perundang undangan lainnya.
Dalam UU Nomor 8 Tahun 2015, Pasal 1 angka 10 disebutkan Badan Pengawas Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Bawaslu adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU ini.
Masih dalam UU yang sama, Pasal 1 angka 16 disebutkan Bawaslu Provinsi adalah lembaga penyelenggara pemilihan umum yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilihan umum di wilayah provinsi sebagaimana dimaksud dalam UU yang mengatur mengenai penyelenggara pemilihan umum yang diberikan tugas dan wewenang dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU ini.
Tentu pertanyaan yang kemudian timbul adalah, saat ini yang mengatur tentang Penyelenggara Pemilu UU yang mana, atau UU Nomor berapa ? maka, jawabannya adalah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang merupakan metamorfosis dari 3 UU, yaitu UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum, dan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Diantara berbagai kewenangan Bawaslu Provinsi yang diatur dalam UU 8 Tahun 2015, pada Pasal 28 huruf i disebutkan tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah “melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan”. Untuk diketahui, Atribusi kewenangan/tugas Pengawasan Netralitas ASN disebutkan pada Pasal 93 huruf f UU 7 Tahun 2017, disebutkan Bawaslu bertugas : “mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia”.
Atribusi kewenangan dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 terkait Pengawasan Netralitas ASN termasuk wewenang lain sebagaimana dimaksud pada Pasal 28 huruf i UU 8 Tahun 2015 diantaranya termasuk melalui Perbawaslu Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara, Anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Terkait pembentukan Perbawaslu, hal ini diatur dalam Pasal 145 ayat (1) UU 7 Tahun 2017, dimana disebutkan “untuk melaksanakan pengawasan pemilu sebagaimana diatur dalam UU ini, Bawaslu membentuk Peraturan Bawaslu dan menetapkan Keputusan Bawaslu”, yang tentunya melalui harmonisasi dengan Pemerintah, sebagimana ketentuan Pasal 145 ayat (4) disebutkan “dalam hal Bawaslu membentuk Peraturan Bawaslu, Bawaslu wajib berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah melalui rapat dengar pendapat”.
Tentu pertanyaan selanjutnya yang akan timbul, Apakah Perbawaslu 6 Tahun 2018 juga berlaku untuk Pemilihan (Pilkada)? Jawabannya terdapat pada Pasal 16, disebutkan “Ketentuan dalam Peraturan Badan ini berlaku juga dalam pelaksanaan pengawasan Netralitas Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri pada penyelenggaraan Pemilihan”.
Lahirnya Perbawaslu Pengawasan Netralitas ASN, Anggota TNI dan Anggota Polri secara filosofis untuk mewujudkan Pemilu dan Pemilihan yang demokratis diperlukan netralitas pegawai ASN, Anggota TNI dan Anggota POLRI. Yang secara sosiologis, pengawasan netralitas pegawai ASN, Anggota TNI dan Anggota POLRI belum ada payung hukum yang memadai dan sedangkan dasar yuridis Perbawaslu tersebut adalah UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU serta UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Jika kita telisik sedikit kebelakang, secara histori memang terdapat kendala dalam pengawasan netralitas, bahwa kewenangan Bawaslu terbatas dan sebatas pada tahapan kampanye saja, terdapat banyak peristiwa terkait netralitas ASN tidak dapat ditindaklanjuti disebabkan oleh keterbatasan kewenangan. Seperti terdapat ASN turut terlibat dalam pendaftaran peserta pemilu, menggunakan atribut peserta Pemilu/Pemilihan, dan sebagainya yang terjadi diluar masa kampanye namun terjadi pada tahapan Pemilu/Pemilihan. Sehingga posisi inipun disadari dan dirasakan sehingga dalam perkembangannya terdapat perluasan kewenangan pengawasan netralitas sebagaimana diatur dalam Pasal 93 huruf f UU Nomor 7 Tahun 2017 dan Perbawalu Nomor 6 Tahun 2018.
Netralitas dalam Perspektif Pengawas Pemilu
Dalam KBBI Netralitas adalah keadaan dan sikap netral (tidak memihak, bebas), sedangkan terkait netralitas dalam perspektif Pengawas Pemilu sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 14 Perbawaslu 6 Tahun 2018 disebutkan “Netralitas adalah keadaan Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun”.
Tentang Kewenangan Pengawasan Netralitas ASN
Tentang kewenangan Pengawas Pemilu dalam melakukan Pengawasan Netralitas ASN diatur dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Perbawaslu 6 Tahun 2018, disebutkan pada ayat (2) “
Pengawasan Netralitas Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pemilihan menjadi tanggung jawab bersama Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota”, dan pada Ayat (3) “dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan Bawaslu Kabupaten/Kota dapat dibantu oleh Panwaslu Kecamatan, Panwaslu Kelurahan/Desa, Panwaslu LN, dan Pengawas TPS”.
Objek Pengawasan Netralitas
Tentang Objek Pengawasan Netralitas, Objek Pengawasan Netralitas disebutkan dalam Pasal 3 Perbawaslu 6 Tahun 2018 dinyatakan “Netralitas Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri dapat menjadi objek pengawasan Bawaslu, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota dalam hal tindakan Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri berpotensi melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu dan/atau Pemilihan serta melanggar kode etik dan/atau disiplin masing-masing lembaga/instansi.”
Sehingga, berdasarkan ketentuan tersebut selain ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pemilu dan/atau Pemilihan, pelangaran kode etik dan/atau disiplin masing-masing lembaga/instansi dapat menjadi objek pengawasan Pengawas Pemilu. Semisal UU ASN, PP 53 Tahun 2010 dan PP 42 Tahun 2004 yang berkaitan dengan Netralitas/Kode Etik ASN, begitupun dengan ketentuan lain berkaitan disiplin masing-masing lembaga/instansi Anggota TNI dan POLRI dapat menjadi objek pengawasan Pengawas Pemilu.
Tentang Penanganan Temuan/Laporan Dugaan Netralitas
Terkait tindaklanjut Hasil Pengawasan, pada Pasal 7 Perbawaslu Nomor 6 Tahun 2018 dijelasakan tentang tindaklanjut hasil pengawasan, dimana disebutkan “Penanganan dugaan pelanggaran terhadap Netralitas Pegawai ASN, Anggota TNI, dan Anggota Polri berasal dari : a. Temuan; dan b. Laporan, pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan dan Pemilu”.
Sehingga berdasarkan ketentuan tersebut, pelangaran kode etik dan/atau disiplin masing-masing lembaga/instansi dapat menjadi objek pengawasan Pengawas Pemilu, yang bersumber dari temuan/laporan pada setiap tahapan penyelenggaraan Pemilihan dan Pemilu. Untuk diketahui, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 16 Tahun 2019 Tahapan Pemilihan 2020 telah dimulai sejak 1 Oktober 2019.
Untuk tata cara penanganan pelangaran netralitas ASN, hal ini disebutkan dalam Perbawaslu 6 Tahun 2018 pada pasal 7 ayat (2) disebutkan “dalam hal terdapat dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengawas Pemilu melakukan penanganan sesuai dengan ketentuan Peraturan Bawaslu mengenai Penanganan Temuan dan Laporan Pelanggaran”. Mengingat peristiwa terjadi pada tahapan Pemilihan maka penanganan dilakukan menggunakan Perbawaslu 14 Tahun 2017 tentang Penanganan Laporan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota Dan Wakil Wali Kota.
Tindaklanjut Temuan/Laporan dugaan pelanggaran Netralitas
Terkait tindaklanjut hasil penanganan dugaan pelanggaran netralitas baik yang bersumber dari laporan atau temuan dikenal pelanggaran perundang undangan lain atau pelanggaran hukum lainnya. Hal tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 32 ayat (2) Perbawaslu 14 Tahun 2017 disana disebutkan “Hasil kajian yang dikategorikan bukan dugaan Pelanggaran Pemilihan namun termasuk dugaan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan lain, diteruskan kepada instansi yang berwenang”. Hal tersebut sejalan dengan ketentuan Pasal 28 huruf e UU Nomor 8 Tahun 2015 disebutkan tugas dan wewenang Bawaslu Provinsi adalah “meneruskan temuan dan laporan yang bukan menjadi kewenangannya kepada instansi yang berwenang”.
Maka, pelanggaran terhadap dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan lain atau pelanggaran hukum lain oleh Bawaslu setelah melalui kajian akan diteruskan kepada instansi berwenang, dalam hal ini ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk dugaan pelanggaran netralitas ASN, dan meneruskan rekomendasi kepada TNI atau Polri secara berjenjang atas dugaan pelanggaran Netralitas TNI/POLRI untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Terlepas dari berbagai dinamika saat ini, berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah diurai diatas, yakinlah pengawasan/penindakan dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukan Bawaslu saat ini adalah semata-mata pelaksanaan tugas dan kewenangan yang diamanahkan oleh peraturan perundang-undangan, bukan sebagai upaya pembatasan hak konstitusional, bukan sebuah “kegenitan” apalagi sebuah “orderan”.
[1] Penulis adalah Peneliti Perkumpulan Indonesia Memilih