Palu, Jaripedenews.Com- Massa yang menamakan dirinya Forum Masyarakat Donggala Menggugat (FMDM), menggelar aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Donggala, Senin, (27/7).
Massa aksi yang dipimpin langsung Kepala Desa Marana terpilih, Lutfin Yohan, S.Sos meminta Bupati Donggala segera melantik delapan Kepala Desa di wilayah Kabupaten Donggala termasuk dirinya sesuai perintah Undang- Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa.
Delapan desa yang dimaksud kata Yohan, yaitu desa Marana, Enu, Saloya, Oti, Tambu, Mapane Tambu, Sibayu dan Rerang.
“Jika bupati Donggala abai terhadap tuntutan ini, kami mendesak DPRD Donggala untuk menggunakan hak angket,” tegas Lutfin Yohan.
Selain itu, lanjut Lutfin mereka mengancam akan menyurat ke Mahkamah Agung jika tuntutan mereka tidak mendapatkan respon.
Massa aksi juga menduga DBL, Kabag Hukum Pemda Donggala berada dibalik kekisruhan pilkades yang dimaksud.
Menariknya, Massa aksi tetap mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19 memakai masker, cuci tangan pakai sabun dan jaga jarak.
Pada kesempatan itu, Massa memaksa masuk ke dalam gedung Dewan. Ketua Dewan dan para pimpinan fraksi hanya menerima mereka dihalaman kantor karena secara bersamaan anggota DPRD juga sedang menerima perwakilan PGRI yang mempertanyakan kebijakan Bupati Donggala yang melakukan mutasi besar-besaran.
Setelah dilakukan negosiasi dengan pihak kepolisian, massa aksi yang diperkirakan berjumlah 345 orang itu, mempercayakan kepada 20 orang rekannya untuk masuk ke ruang sidang utama.
Pantauan media ini, diruang sidang utama sempat terjadi aksi pelemparan botol yang dilakukan oleh Kepala Desa Marana terpilih Lutfin Yohan kepada Ketua Fraksi Nasdem, Taufik.
Lutfin menilai, Taufik yang dulu dikenalnya sebagai singa podium, kini berubah menjadi macan ompong, tak bernyali membela kepentingan rakyat.
Pada kesempatan itu, dia juga menghadiahi anggota Dewan Donggala, daster dan bra.
Kepala desa terpilih juga mengultimatum Bupati Donggala untuk melantik mereka dalam waktu 1×24 jam. Jika tidak, mereka mengancam akan kembali menduduki kantor DPRD dan melakukan aksi di desa masing-masing untuk memblokir akses jalan trans Sulawesi poros Pantai Barat.
Lima fraksi, Nasdem, PKB, PKS, Golkar, dan Fraksi Gabungan menyahuti dan sepakat dengan tuntutan massa aksi.
Anggota Dewan juga sepakat mengusulkan untuk menggunakan hak politiknya berupa hak interpelasi dan hak angket untuk menyikapi persoalan itu.
Pemda Donggala yang diwakili Sekretaris Daerah Kabupaten, Kepala Badan Pemerintahan Masyarakat Desa (PMD), dan Kabag Hukum hanya tidak bisa berkata apa-apa, saat dicecar sejumlah pertanyaan dari anggota DPRD Donggala dan perwakilan peserta aksi.
Pimpinan sidang, memberikan kesempatan kepada Sekretaris Daerah Kabupaten Donggala untuk berkoordinasi dengan Bupati Donggala dalam waktu 1×24 jam.
Rapat ditutup pukul 17.00 Wita, namun, massa aksi tetap memilih bertahan dan bermalam di gedung DPRD Kabupaten Donggala.(ASy)