Bogor, JariPeDenews.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata, mengungkapkan bahwa 32% aktor politik menjadi “pasien” KPK. Berdasarkan data KPK sejak tahun 2004-2018, kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah di Indonesia berjumlah 103 kasus, baik yang melibatkan Bupati dan walikota, maupun melibatkan Gubernur.
Demikian disampaikan Alexader Marwata pada Forum Rapat Pimpinan KPU dan KPU Provinsi se Indonesia, pada Senin (10/2/2020) di Hotel Seruni Bogor Jawa Barat.
Kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah penyebabnya dimulai dari pemilihan kepala daerah. Para calon kepala daerah yang ikut kontestasi rata-rata mengeluarkan dana yang besar. Bagi kepala daerah yang maju menjadi bupati dan wakil bupati mengeluarkan dana dan pembiayaan sebesar 20-30 miliar dan bagi yang ikut kontestasi calon gubernur dan wakil gubernur rata-rata mengeluarkan dana dan pembiayaan sebesar 20-100 miliar.
Hal ini tidak selaras dengan aset total kekayaan pasangan calon. Terhitung aset total kekayaan kepala daerah yang masuk dalam LHKPN sebesar 6-7 miliar. Ada 3 orang memiliki 0 rupiah dan 18 orang memiliki aset minus.
Menurut Alexander Marwata, kasus korupsi yang menimpa sejumlah kepala daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu pertama, berawal dari besarnya biaya yang dikeluarkan saat pilkada sehingga politik uang menjadi sesuatu yang jamak.
Kedua, bukan hanya terjadi ketika kandidat kepala daerah membagi bagikan uang kepada pemilih namun juga muncul ketika kandidat kepala daerah menyuap petugas atau penyelenggara pemilu. Ketiga, dalam pilkada ada kecenderungan makin besar dana yang dikeluarkan makin besar peluang kandidat terpilih.
Fenomena dan fakta itu, maka KPK membuat sejumlah program pilkada berintegritas salah satunya dengan membuat ikon “Pilih yang jujur”. Kampanye pilkada berintegritas ini sebagai wujud dari pencegahan adanya potensi korupsi dalam pelaksanaan pilkada maupun pada saat terpilih menjadi gubernur, bupati dan walikota.
Alexander Marwata, berharap pada pilkada 2020 ini masyarakat bisa menjadi pemilih yang berintegritas. Bagaimana menjadi pemilih berintegritas, lanjut Marwata, yaitu dengan menolak politik uang, memilih berdasarkan visi dan misi, pemilih pro aktif mencari informasi visi, misi, program dan rekam jejak calon kepala daerah. (*)