Oleh: Sahran Raden ( Anggota KPU Provinsi Sulawesi Tengah)
Tulisan ini hendak. Menelusuri perhatian tentang salah satu prinsip dasar kelembagaan KPU yakni mandiri sebagaimana ada dalam konstitusi UUD 1945. Kemandirian kelembagaan KPU sangat menentukan dalam menyelenggarakan pemilu secara berkualitas. Meski telah diatur dalam konstitusi, kemandirian sebagai prinsip kelembagaan KPU sering mendapatkan tantangan. Diantaranya perna secara politik RUU terkait dengan pemilu frasa mandiri ingin diubah oleh pembentuk UU. Selain prinsip mandiri ini juga tantangan nya dalam proses pelaksanaan pemilu, dimana didera dengan berbagai masalah mulai dari proses teknis pemilu sampai integritas penyelenggara pemilu yalni komisioner KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota
.
Kedudukan KPU sebagai Lembaga Mandiri
Sebagaimana dalam konstitusi eksistensi kpu dan sifatnya disebut dalam Pasal 22E UUD 1945 ayat (1), bahwa “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”. Klausal tersebut lahir dalam amandemen ketiga UUD 1945.
Salah satu perubahan Undang Undang Dasar 1945 yang dipandang sebagai langkah penting dalam perkembangan proses berdemokrasi adalah memasukkan ketentuan tentang pemilihan umum (Pemilu) ke dalam UUD 1945, yang sebelumnya hanya diatur melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.Ketentuan mengenai Pemilu diatur dalam Pasal 22E UUD 1945, yang berbunyi sebagai berikut: (1) pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali. (2) pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (3) peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik. (4) peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan. (5) pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. (6) ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak dapat disejajarkan kedudukannya dengan lembaga-lembaga (tinggi) negara lain yang kewenangannya ditentukan dan diberikan oleh UUD 1945. Bahkan, nama Komisi Pemilihan Umum itu sendiri tidak ditentukan oleh UUD 1945 melainkan oleh undang-undang tentang Pemilu.
Kedudukan KPU sebagai lembaga negara dapat dianggap sejajar dengan lembaga- lembaga lain yang dibentuk oleh atau dengan undang-undang Akan tetapi, karena keberadaan lembaga penyelenggara pemilihan umum disebut tegas dalam Pasal 22E UUD 1945, kedudukannya sebagai penyelenggara pemilu yang bersifat nasional, tetap dan mandiri, mau tidak mau menjadi penting artinya, dan keberadaannya dijamin dan dilindungi secara konstitusional dalam UUD 1945. Inilah salah satu contoh lembaga negara yang dikatakan penting secara konstitusional atau lembaga negara yang memiliki apa yang disebut sebagai constitutional importance, terlepas dari apakah ia diatur eskplisit atau tidak dalam UUD.
Kemandirian dan Pemilu Berkualitas
Pemilu berkualitas tidak saja dilihat dari sisi hasilnya tetapi juga dari aspek prosesnya. Bahwa salah satu indikator pemilu berkualitas yakni dilaksanakan oleh suatu lembaga penyelenggara pemilu yang mandiri, jujur dan independen.
Menindaklanjuti ketentuan Pasal 22E UUD 1945, kemudian diterbitkan UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD. Menurut ketentuan umum Pasal 1 angka 3, Komisi Pemilihan Umum yang
selanjutnya disebut KPU adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri, untuk menyelenggarakan Pemilu. Untuk menjaga kemandirian Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melaksanakan tugasnya, Pasal 18 UU No. 12 Tahun 2003 mengatur tentang syarat- syarat untuk dapat menjadi anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/ Kota antara lain adalah tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik.
Ketentuan ini juga dimasukkan ke dalam Pasal 11 UU No. 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang menegaskan bahwa, syarat untuk dapat menjadi anggota KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten / Kota antara lain adalah, tidak pernah menjadi anggota partai politik yang dinyatakan dalam surat pernyataan yang sah atau sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun tidak lagi menjadi anggota partai politik yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengurus partai politik yang bersangkutan.
Bahwa kemandirian sebagai prinsip KPU dalam menyelenggakan pemilu. Pasal 22E ayat 5, UUD 1945 yang menyebut eksplisit salah satu sifat lembaga penyelenggara pemilu adalah “mandiri” Bahwa munculnya kata mandiri dimaksudkan untuk melepaskan KPU dari anasir kekuatan politik dan kekuasaan. Kemandirian KPU dalam menyelenhgarakan pemilu, sebagai kedaulatan kpu yang bukan subordinasi dari kekuasaan lain selain itu kedudukan KPU sebagai penyelenggara pemilu dikuatkan dalam putisan Mahkamah Kosntutusi. Putusan MK menegaskan Sifat Kemandirian KPU dalam Menjalankan Proses Pemilu terkait uji materi Pasal 9 huruf a Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Maka sampai dengan umur berapa pun kemandirian KPU selamanya menjadi asas dan prinsip penyelenggara pemilu. Pemilu bisah berkualitas jika dibangun oleh suatu penyelenggara pemilu yang mandiri.
Kualitas pemilu menurut studi, International Institute For Democracy And Electoral Assistance (IDEA) membangun 15 indikator yaitu menyusun kerangka hukum, sistem pemilihan umum, penetapan batasan, distrik dan definisi batasan pemilu unit, hak untuk memilih dan dipilih, badan pelaksana pemilu, pendaftaran pemilih dan daftar pemilih, akses surat suara bagi partai politik dan kandidat, kampanye pemilu yang demokratis, akses media dan kebebasan ekspresi, pembiayaan dan pengeluaran kampanye, pemungutan suara, penghitungan dan mentabulasikan suara, peranan perwakilan partai dan kandidat, pemantau pemilu dan kepatuhan terhadap penegakan Undang-Undang pemilu.
Indikator kualitas pemilu sebagaimana diatas, harus dibangun dengan prinsip transparan, adil dan berkepastian hukum. Hanya dengan itu dibarengi dengan itikad dan komitmen berintegritas yang konsisten dari penyelenggara pemilu.