Palu, Jaripedenews.com- Isu gender dan keterwakilan perempuan dalam pemilu sejak era reformasi hingga saat ini akan terus hangat dan tetap ada.
“Sejak reformasi hingga saat ini telah memberikan tempat atau ruang yang seluas-luasnya bagi perempuan dengan tiga puluh persen keterwakilan perempuan sebagai salah satu syarat dalam kepengurusan Parpol maupun pencalonan anggota legislatif,” kata Cherly Azharuddin, Kasubag Hukum KPU Provinsi Sulteng saat menjadi narasumber pada kelas virtual pemilu dan demokrasi, dengan tema, Minggu malam, (14/6) dengan tema “Gender dan Politik Perempuan dalam Pemilu” di google meet.
Ia mengatakan, keterwakilan perempuan tersebut merupakan cita-cita dasar kesetaraaan laki laki dan perempuan. Mereka mempunyai hak, kedudukan, dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan, pekerjaan, hak untuk hidup, hak kemerdekaan pikiran, hak untuk tidak disiksa, hak berserikat, hak berorganisasi dan berkumpul.
“Perempuan dan laki-laki mempunyai kedudukan sama yang dijamin dan dilindungi oleh negara. Yang membedakan hanya pada sisi biologis saja,”ujarnya.
Menurutnya, yang mendasari perbedaan karakteristik maskulin dan feminim, salah satunya karena faktor budaya masyarakat dan pemahaman agama.
Untuk mengubah mindset masyarakat kata Cherly tidaklah mudah, namun seiring perkembangan zaman dan teknologi yang semakin canggih dan terbuka, ia menjamin 10 tahun akan datang perempuan telah banyak menempati jabatan strategis yang selama ini lebih didominasi laki-laki.
Terkait dengan kerangka pemilu Cherly mengatakan, dengan adanya kuota keterwakilan perempuan, msks secara otomatis memberikan ruang kepada perempuan untuk menjadi calon legislatif, walau diakui bahwa perempuan masih terkesan hanya dijadikan sebagai pelengkap dalam pencalonan, padahal yang dicari adalah kualitas.
“Jadi makna keterwakilan itu bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban dengan banyak caleg perempuan, tapi bagaimana kualitas dan kompetensi perempuan itu sendiri, jadi tidak
hanya sebagai pelengkap saja,” tegasnya.
Pada kesempatan itu ia juga menyoroti soal pendidikan politik bagi perempuan, dengan perkembangan teknologi saat ini diharapkan bisa dimanfaatkan untuk menjadi media untuk meningkatkan kompetensi atau pemahaman politik yang utuh kepada erempuan muda indonesia.
“Jangan seperti sekarang, syarat tiga puluh persen perempuan, tapi akhirnya calon yang terpilih, tidak ada yang memenuhi 30% perempuan,”ungkapnya.
Kelas Virtual Pemilu dan Demokrasi ini juga menghadirkan narasumber, perempuan yakni, Wilianita Selfiana, anggota KPU Kabupaten Poso dengan pembanding advokat asal Universitas Alkhairaat (Unisa), Hardi Ligua dengan moderator Komisioner KPU kota Palu, Idrus. (rl)