Berikan Kuliah Umum di Unsimar Poso, Sahran Ulas Soal Demokrasi Lokal

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tengah, Sahran Raden memberikan kuliah umum di hadapan sekitar 100 mahasiswa dan dosen di Universitas Sintuwu Maroso (Unsimar) Poso, Kamis (23/1/2020). (Foto:Irma/JariPeDenews.com)

Poso, JariPedeNews.com – Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tengah, Sahran Raden memberikan kuliah umum di hadapan sekitar 100 mahasiswa dan dosen di Universitas Sintuwu Maroso (Unsimar) Poso, Kamis (23/1/2020). Kuliah umum kali ini mengangkat tema “Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 dan Penguatan Demokrasi Lokal di Indonesia”, dibuka oleh Wakil Rektor IV Unsimar Poso Gitit, IP. Wacana, S.S.,M.Hum.

Sahran Raden mengawali materi kuliahnya dengan memaparkan konsep demokrasi. Dia mengutip Schumpeter dan Samuel P. Huntington. Schumpeter mengemukakan teori metode demokrasi, yaitu suara prosedur kelembagaan untuk mencapai keputusan politik yang di dalamnya individu memperoleh kekuasaan untuk memuat keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangka memperoleh suara rakyat.

Bacaan Lainnya

Sedangkan Huntington mengemukakan bahwa sebuah sistem politik disebut demokratis sejauh para pengambil keputusan kolektifnya yang paling kuat dipilih melalui pemilu periodik, dimana hampir semua orang dewasa berhak memilih. Dalam hal ini demokrasi mencakup dua dimensi yakni persaingan dan partisipasi.

Lantas apa yang dimaksud dengan demokrasi lokal sebagaimana tema kuliah umum kali ini? Sahran Raden, dosen IAIN Palu yang kini menempuh pendidikan doktoral Ilmu Hukum di UMI Makassar ini kembali mengutip beberapa pendapat seperti Tip O’Neill, seorang parlemen Amerika.

Tip O’Neill, kata Sahran Raden menegaskan “all politics is local“. Demokrasi ditingkat lokal menjadi syarat mutlak keberlangsungan demokrasi di tingkat nasional. Parameter demokrasi lokal adalah pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

Selanjutnya B.C. Smith, bahwa desentralisasi juga harus membawa faedah bagi masyarakat di daerah. Oleh karena itu demokrasi sistem pemerintahan di daerah harus dibangun secara kokoh. Adapun Robert Alan Dahl mengemukakan bahwa Pemilu secara langsung oleh rakyat merupakan keharusan agar pemerintah daerah senantiasa menjunjung akuntabilitas dan tanggung jawabnya.

“Hakekat otonomi daerah beserta desentralisasi pada akhirnya mengharuskan munculnya kesadaran daerah untuk dapat memaksimalkan potensi yang ada sehingga daerah dapat mencapai tujuan-tujuannya dalam pembangunan masyarakat di daerah. Ironinya, elite lokal baik itu eksekutif ataupun legislatif kerap terkonsentrasi pada perebutan kekuasaan dari satu momen pemilukada ke pemilukada lainnya, sehingga hak-hak konstitusional masyarakat di daerah menjadi terabaikan,” kata Sahran Raden.

Sahran Raden juga mengemukakan sejumlah permasalahan kurun waktu Pilkada 2015 sampai dengan 2018. Permasalahan itu adalah, adanya politik transaksional atau politik uang; masih banyaknya permasalahan pelanggaran hukum pilkada dan kode etik; obyek perselisihan meluas; belum efisiensi anggaran; dan partisipasi pemilih masih rendah.

“Rata-rata sebesar 69,14 persen; terdapat sejumlah daerah dengan partisipasi yang sangat ekstrim dan berada di bawah titik kritis seperti Kota Medan (25,38%), Kutai Timur (48,42%) dan Kota Batam (48,83%); Pilkada 2017-2018 partisipasi mulai naik,” ujarnya.

Permasalahan, kata dia juga terjadi pada saat hari pemungutan suara. Kemudian berlanjut lagi pascapilkada yakni banyak kepala daerah yang terjerat korupsi serta politik transaksional. “Survey KPK, adanya perjanjian donasi biaya politik calon 80% menulis perjanjian ddengan kategori: ada 53% perjanjian di bidang perizinan terhadap bisnis melaui pertambangan, kehutanan dan perkebunan, 64% di perkotaan melalui sektor barang dan jasa, 61% bisnis kolega melalui BUMD, jabatan di Pemda,” jelasnya.

Oleh karena itu, demokrasi lokal dalam konteks kelembagaan demokrasi salah satunya diimplementasikan oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/ kota melalui pelayanan terhadap penyelenggaraan pilkada yang berinteritas. Sahran Raden menguraikan di antaranya, pencalonan Pilkada yang sesuai pengaturan Undang-Undang dan PKPU; kampanye bermartabat, transparansi mutarlih dan DPT yang akurat, konfrehensif dan bertanggung jawab, pemilihan yang inklusif.
Berikutnya, transparansi dalam pemungutan suara diberikan dalam bentuk pendokumentasian hasil pemilu menggunakan foto dan/atau video; rekapitulasi hasil suara pemilihan yang transparansi serta penegakan hukum pemilihan yang adil dan setara.
Usai memaparkan materinya, dilajutkan dengan sesi tanya jawab. Kegiatan ini berlangsung lancar dengan diskusi yang menarik antara mahasiswa dan pemateri. (*)

Pos terkait